Monday, December 12, 2011

A Valuable Heritage From The Inlaws


Bapa-ibu mertuaku punya anak 5. Cowo semua. Ganteng semua. Baik hati dan tidak sombong semua. Rajin menabung dan mengaji...mmm...ngga tau ya :p Tapi yang bikin hati makin luluh, lima-limanya sopan semua. Apalagi untuk ukuran cowo. Mau ke orang tua, muda, perempuan atau laki, suamiku dan kaka-adenya ini sangat santun. Seumur hidup sampe sekarang, belum lagi tuh ketemu sama cowo-cowo model begini.. Kalo bertatap muka, pasti nyapa dengan sopan, ramah plus senyum yang manis dan serius tulus. Konon kabarnya, senyuman maut inilah yang bikin banyak cewe klepek-klepek dan jatuh-bangun :p Kalo ngejawab telepon juga kedengerannya enak dan ramah. Senyumannya pun “kedengeran”, bikin pengen nelepon berlama-lama :))

Nah, setelah pacaran dan sering ke rumah Ica, aku nemuin satu lagi “fenomena” yang bikin aku mikir “Ah, nanti kalo punya anak mau diajarin gini juga!”. Fenomena yang sebenernya basic dan sangat sederhana, yaitu menyapa. Bapak, Ibu, anak-anak dan seisi rumahnya selalu memulai hari dengan saling menyapa “Pagi, Bapak. Pagi, Ibu.” Atau kapan pun kalo mereka baru ketemu hari itu. Awalnya aku agak canggung karena di rumahku ngga ada kebiasaan seperti ini. Dan aku pun harus ngasih tau ke orang-orang sekitar tentang kebiasaan keluarga Ica ini dan supaya sama-sama sopan, mereka pun sebaiknya ngelakuin hal yang sama kalo ketemu Ica. Setelah ngga begitu lama, aku pun jadi terbiasa. At first it felt like an obligation. But then it became like it was the most natural and a nice thing to do when I meet other people. 

Begitu udah nikah, punya rumah dan staf sendiri, urusan sapa-menyapa ini jadi salah satu hal yang paling ribet :)) Setiap ganti supir, PRT, tukang kebon dll, mereka harus di-brief dulu soal kebiasaan Si Bapbap ini. Sama seperti aku dulu, awalnya mereka bingung, malu dan canggung. Ini semakin membuktikan pendapatku bahwa kebiasaan sapa-menyapa ini ngga begitu banyak yang nerapin. Ngga jarang udah liat-liatan, mereka masih planga-plongo dan malah berlalu :)) Ada juga yang harus kena tegur Ica dulu baru mereka mau nyapa. Bukan masalah siapa yang duluan nyapa ya.. Ngga berarti dia supir terus HARUS nyapa duluan terus kita diem aja. Ya yang sewajarnya aja lah..

Nah, sejak Kukka udah bisa berinteraksi sepenuhnya dengan orang lain, kita juga mulai ngajarin dia untuk menyapa. Tentunya kadang-kadang kita harus ngingetin. Ngga jarang juga dia mogok nyapa. Dasar bocah. Tapi alhamdulillah makin hari, Kukka semakin manis. Begitu keluar kamar, kalo dia liat ada crew di sekitar, meski dengan mata setengah melek dia bilang “Pagi, Mas Muw. Pagi, Mba Santi. Pagi, Mas Wondo.” Sore-sore kalo keluar kamar abis bangun tidur, dengan manis Kukka bilang “Sowe, Mas Muw!”. Kita juga ngebiasain Kukka untuk selalu bilang terima kasih dan maaf ke siapapun. Alhamdulillah kalo nerima sesuatu, Kukka bilang “Thank you!”. Kalo nolak ditawarin sesuatu, Kukka jawabnya “No thanks!”. Kalo salah, even to her pet, she says “I’m sowwy, Kwazii!” :))

Seneng dan bangga rasanya liat Kukka kaya gitu. Aku juga yakin para mas dan mba di rumah pun ngerasa seneng, feel welcomed and appreciated. Nah yang bikin aku tambah seneng lagi, udah beberapa kali aku nguping para crew di rumah saling menyapa satu sama lain dengan suara riang “Pagiii!”. Padahal mereka ngga tau lho ada aku di deket situ.. Jadi mereka saling menyapa itu memang atas kesadaran dan kemauan sendiri. Crew ini tergolong formasi baru tapi sepertinya (SEMOGA) mereka cocok satu sama lain dan semakin hari semakin akrab. Semoga kebiasaan yang aku dan Ica terapin di rumah bisa bikin rumah kita tambah nyaman dan penghuninya tambah akrab dan betah. 



Opa and Neti and the grandkids: The Complete Collection :))


Terima kasih banyak atas ajarannya ini, Bapak dan Ibu. 
Semoga kebiasaan manis ini terus diterapkan oleh anak-cucu kami :)




Friday, December 02, 2011

Instagram: Lovers VS Nyinyir-ers


Instagram. What’s not to love about it? I’m in awe, I’m in love since the moment I signed up. Instagram is one of the reasons why I wanted an iPod in the first place. After sooooo many years I finally WANT to buy one. Of course, after a while I felt that it wasn’t enough. I had to wait until there was a Wi Fi connection to upload a picture. I was too much of an IG addict to wait. So I convinced my husband to buy me an iPhone. Lucky me to have such a generous man :D

I always loved taking pictures but was never really good at it. There was a time when I really wanted to learn and sign up for photography classes. But the idea of using a “heavily-equipped” professional camera made me to think thrice. The thought of having to carry around an extra camera bag when I already carry one big hand bag (sometimes + a diaper bag) and have to hold a toddler’s hand on the other were too much work. Yang ada, belum sempet ngeluarin kamera, obyek yang mau difotonya udah keburu ilang atau kabur :)) I used to take pictures with my BlackBerry Onyx, which came with a decent camera. But that was it. Fotonya numpuk di memory card, upload di FB trus... #kemudianhening 

And then along came Instagram. And the filters. Oh how I love those crazy filters :)) Buat orang yang seneng dan pengen ngutak-ngatik warna-efek foto TAPI NGGA BISA (dan males belajar Photoshop :p) kaya aku, those filter apps are my livesavers. I could spend hours to tweak the pictures. Adding layers of filters, often with different apps. Sounds like lot of work, eh?! It is. But it gives me lots of fun too! Waktu awal-awal kenalan sama aplikasi filter-filter ini, fotoku bisa totally different dari gambar aslinya. Sekarang sih seperlunya aja. Still very much active tapi udah ngga kalap kaya dulu heheh... But I like to think that my pictures are getting better. In terms of the angles dan pemilihan obyek :D

Yang suka bikin aku heran tuh kenapa banyak juga orang yang nyinyir terhadap orang dan foto yang dia posting di IG. Awalnya sering nyela karena ngekonek foto IG ke Twitter. Why does it bother someone so much? Apa bedanya sama nge-TwitPic? Apa karena dianggap nyampah? Nyampah mana sama cuma ngetwit “Males.”? Issue selanjutnya adalah foto yang diupload. Ada yang nyela bahwa IG penuh dengan foto pohon lah, awan lah, sunset lah. Hey, if that person wanted to upload a picture of his own crap in a flowery bowl, just let him do it! 

And as if those weren’t enough, sekarang banyak yang rame nyela soal hashtag. Memang foto yang disertain hashtag bakal lebih banyak di-like dan kemungkinan masuk Popular Page lebih besar. Big deal? Well, actually yes. IG is just another forum for its members to show off. Bedanya sama Twitter, ya cuma output-nya aja. Instead of tweet/text, it’s a picture. Nah apa gunanya pamer kalo ngga ada yang merhatiin? Enak aktif di Twitter tapi ngga ada yang mensyen? Kalo enak, ya nulis diary aja! Kalo cuma mau posting foto tanpa ngarepin komen/like sih ya bikin album aja di rumah. And one more thing about hashtag. Orang paling bego juga tau hashtag itu bisa mempermudah pencarian. Say, I want to see pets’ pictures on IG. I just have to type #petstagram and there they are. So again, why the nyinyirs??? 

A friend of mine once said “Iri aja kali. Pengen ikutan IG tapi ngga punya device-nya.” :)) Well, I don’t know about that. I think some people just like to give nasty comments about other people’s pleasures. It probably is THEIR guilty pleasure.